Kwalitas Nelson Pomalingo Dari 4 Indikator

 

 

Gorontalo,- Salah satu sisi kelebihan dan keunggulan Nelson Pomalingo sebagai salah seorang Calon Bupati Kab. Gorontalo dengan status Petahana adalah kefigurannya yang mudah untuk dikemas dan dijual ke khalayak publik. Tim sukses atau tim pemenangan maupun simpatisan dan pendukung Nelson seakan tidak perlu bekerja keras lagi untuk menggali “kelebihan” Nelson untuk disosialisasikan ke masyarakat, cukup fokus pada strategis bagaimana mematahkan “Kampanye hitam” yang dmainkan oleh lawan-lawan politik Nelson.

Lantas, bagaimana publik dapat mengukur “kualitas kepemipinan” para calon yang maju di Pilkada, khususnya di Kab. Gorontalo. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya cukup mudah, yakni kualitas kepemimpinan seseorang dapat diukur dari 4 indkator, yakni 1). Kualitas ilmu, 2) Kualitas spiritual, 3). Kualitas sosial dan 4) Kualitas bernegara.

Kualitas dalam konteks kepemimpinan dapat didefiniskan sebagai “Kapasitas berpikir seseorang yang mampu menggerakkan semua unsur yang ada dibawahnya untuk selanjutnya secara bersama, melahirkan kreasi, inovasi yang tadinya tidak ada menjadi ada atau yang tidak bernilai menjadi bernilai tinggi serta memberi nilai tambah bagi orang banyak. Karena sesungguhnya, kualitas kepemimpinan seseorang bukan saja dilihat “dari apa yang selalu dikatakannya” tapi apa yang telah diperbuatnya” dan apa yang menjadi output kebijakannya yang sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh orang banyak.

Dalam konteks tulisan ini, maka mari kita mengukur kualitas kepemimpinan Nelson Pomalingo untuk kemudian kita sandingkan dengan calon-calon lainnya yang maju di Pilkada kali ini. Namanya juga Pemilihan Kepala Daerah, berarti masyarakat harus memilih. Memilih berarti memilah-milah, menyandingkan dan membandingkan calon satu dengan calon yang lainnya untuk kemudian menetapkan piliha, mana yang terbaik. Itulah yang disebut pemilihan.

Sebagai seorang dosen, Nelson sejak awal sudah ditempa oleh doktrin “Tri Dharma” Perguruan Tinggi yang meliputi 3 aspek yakni, Pembelajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. Sebagai sosok Pendidik yang telah meraih pangkat tertinggi di ASN, yakni golongan IV E, Nelson sudah jelas, telah memenuhi 4 tuntutan kompetensi yang harus disandang oleh seorang pendidik, yakni Kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.

Dari kedua aspek di atas, yakni Tri Dharma perguruan tinggi dan tuntutan 4 kompetensi itulah, maka tudingan yang mengatakan, bahwa akademisi dan pendidik lebih cocok memimpin kampus dari pada menjadi pemimpin daerah, termentahkan dengan sendirinya. Karena akademisi dan pendidik memiliki tradisi “Pengabdian kepada masyarakat” dan “kompetensi sosial” yang justru menjadi instrumen pokok dalam kepemimpinan di daerah dan kepemimpinan di atasnya. Itulah sebabnya, saat pemekaran daerah otonom baru di seluruh Indonesia, SDM yang paling siap mengisi jabatan-jabatan birokrasi di pemerintahan daerah justru adalah Guru dan Dosen.

Dari kualitas ilmu, sangat jelas, Nelson adalah satu-satunya calon yang pernah menyandang predikat guru besar, yang telah menghasilkan karya-karya ilmiah, penelitian, makalah, buku-buku yang telah berkontribusi terhadap khasanah kehidupan intelektual di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Prof. Dr. H. Imam Suprayogo (Gema Kampus 2015), tugas seorang pemimpin itu adalah menghidupkan, menggerakkan dan mengarahkan yang kesemuanya membutuhkan ilmu dan kompetensi. Maka tidak mengherankan, jika setiap organisasi yang dipimpin oleh seorang Nelson, selalu saja maju dan berkembang dengan indikator-indikator yang jelas dan terukur. Bahkan jika dinilai dengan basis data dan sikap obyektif tanpa tendensi, dalam kurun waktu 3 tahun saja memimpin Kab. Gorontalo, bukti kerja Nelson sudah nampak terlihat. Itulah sebabnya mengukur keberhasilan kepemimpinan seseorang itu bukan diukur dengan “Perasaan” tapi dengan data dan sikap obyketif.

Dari kualitas spiritual, sebagai seorang hamba, sebagaimana calon-calon lainnya, Nelson masih tetap dalam koridor sebagai manusia biasa, yang pasti tidak luput dari kesalahan, kekhilafan. Namun dari debutnya sebagai seorang Muslim, Nelson tentu memiliki jejak-jejak pengabdian sebagai manifestasi keteguhan spiritualnya, amaliahnya dan akhlakiahnya yang hanya dia dan Allah SWT yang mengetahuinya.

Hanya saja, sepintas, Nelson adalah satu-satunya calon di Pilkada kali ini yang pernah dipercaya oleh Ketua DMI Pusat yang juga mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Mesjid Indonesia (DMI) Provinsi Gorontalo, Nelson juga pernah menjadi Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Gorontalo dan saat memimpin UNG, Nelson memiliki jaringan kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB). Demikian juga, saat memimpin kampus UMG, Nelson berhasil menjalin kemitraan dengan Pemerintah Arab Saudi dalam hal pengembangan pendidikan Bahasa Arab bagi mahasiswa secara gratis. Debutnya di semua instrumen tersebut, tentu tidak bisa dilepaskan dari tingkat spiritualnya sebagai seorang muslim yang taat dan konsisten dengan pembangunan keummatan.

Sementara dari aspek kualitas Sosial, nampaknya Nelson memiliki “Modal sosial” yang memadai dibandingkan dengan pasangan calon lainnya. Menjadi Ketua Presidium Nasional (Pressnas) Pembentukan Provinsi Gorontalo yang mampu menyatukan seluruh komponen hingga lahir Provinsi Gorontalo sejak tahun 1999 dan predikatnya sebagai Deklarator Provinsi Gorontalo, merupakan bukti, betapa Nelson memiliki komitmen yang tinggi untuk mengabdi bagi masa depan rakyat Gorontalo.

Semangatnya yang mampu menorehkan karya merintis dan mendirikan SMK Gotong-Royong, merintis berdirinya Madrasah Aliyah Kejuruan, (MAK) dan saat ini tengah merintis berdirinya Institut Pertanian Gorontalo (IPG), pernah merintis berdirinya SD PGRI, pernah merintis berdirinya Forum Guru Honor (FGH), menjadi Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Gorontalo dan puluhan organisasi yang pernah dipimpinnya merupakan deretan wahana bagi Nelson untuk mengabdikan tenaga dan pikirannya untuk Gorontalo.

Demikian pula, capaian-capaian pemerintahannya saat menjadi Bupati Kab. Gorontalo pada 2016-2021 yang melahirkan Taman Budaya, Rumah Sakit Boliyohuto, arena Road Race, pembangunan akses jalan ke sentra-sentra produksi pertanian yang mencapai kurang lebih 300 km, pembangunan Pusat Konservasi Budaya di Talumelito, merealisasikan 10 ribu Mahyani terbesar dalam sepanjang sejarah pemerintahan di Kab. Gorontalo, membangun 2 unit Rusunawa, membangun 1500 unit rumah komunitas profesi di Tibawa, mendorong pertumbuhan investasi di Kab. Gorontalo dari tahun 2016 hanya Rp. 150 milyar menajdi 3,6 Trilyun pada tahun 2020, merintis pembangunan Pelabuhan Bilato adalah deretan bukti, betapa kualitas kepemimpinan Nelson untuk mengabdi bagi kepentingan sosial kemasyarakatan sudah tidak diragukan lagi.

Dari aspek kualitas bernegara, jika disandingkan dengan calon-calon yang maju pada Pilkada kali ini, Nelson merupakan satu-satunya calon yang menyandang predikat sebagai alumni Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS) yang  sejak era orde lama dan orde baru sebagai wahana  pengakderan calon-calon pemimpin nasional. Di Gorontaloi sendiri, baru beberapa tokoh yang pernah mengenyam pendidikan di Lemhanas, diantaranya, Wakil Gubernur Idris Rahim, mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Gusnar Ismail, David Bobihoe Akib dan yang terkahir tahun 2020 ini adalah Walikota Gorontalo H. Marthen A. Taha. Pengakuan kualitas kepemimpinan Nelson secara kelembagaan negara lainnya, ia pernah menyandang sebagai Rektor termuda di Indonesia sejak tahun 2002 dan menjadi Kepala Bappeda Provinsi pertama yang telah meletakkan fondasi pembangunan Gorontalo di awal berdirinya.

Kualitas kepemimpinan dengan indikator kualitas ilmu, kualitas spiritual, kualitas sosial dan kualitas bernegara dari para calon-calon pemimpin di daerah sangat penting  untuk dihadirkan ke ranah publik,  agar tercetus paradigma baru politik yang beradab untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas, bukan pemimpin yang lahir karena irasionalitas pemilih akibat politik fitnah, politik menghasut dan adu domba serta  politik uang yang menodai demokrasi.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *