Politik – Pasangan Ismet Mile dan Risman Tolingguhu (IRIS) tampaknya mendapat angin segar dalam proses kontestasi Pilkada 2024. Namun, di balik optimisme tersebut, muncul sejumlah pertanyaan terkait proses dan integritas verifikasi dukungan calon independen yang mereka tempuh.
Berjuang melalui jalur independen bukanlah perkara mudah. Ketua Tim Pemenangan IRIS, Saiful Sulaiman, mengungkapkan dalam tiga tahap pemasukan KTP, tim IRIS telah menyerahkan sebanyak 32.613 KTP dukungan.
Jumlah ini jauh melebihi syarat minimum 12.278 KTP dukungan untuk Memenuhi Syarat (MS) untuk dapat lolos sebagai calon independen.
Namun, proses verifikasi faktual (verfak) tahap pertama menunjukkan hasil yang tidak terduga. Dari 13.030 KTP yang diserahkan, hanya 8.874 KTP yang dinyatakan lolos. Ini berarti IRIS masih kekurangan 5.929 KTP dukungan yang harus dipenuhi dalam verfak tahap kedua.
Pada verfak tahap kedua, tim IRIS kembali memasukkan 10.675 ditambah 8908 KTP dukungan. Namun, hasil yang mereka peroleh hanya 6.076 KTP yang dinyatakan MS, menurut data akumulasi verfak kedua.
Jumlah dukungan yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada tahap ini juga terbilang signifikan, menimbulkan kekhawatiran dan kekecewaan dari tim IRIS.
Saiful mengakui bahwa meskipun jumlah KTP dukungan yang dinyatakan MS dari verfak pertama dan kedua sudah mencukupi untuk lolos, ada keraguan yang mendalam terhadap cara kerja jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia menyoroti jumlah TMS yang dinilai “tidak masuk akal,” bahkan menuding ada ketidakwajaran dalam proses verifikasi.
“Kita tinggal menunggu hasil pleno tingkat kabupaten, dan hasilnya cukup memuaskan. Kita pastikan lolos,” ujar Saiful, dengan nada yang mengisyaratkan campuran antara optimisme dan kekecewaan.
Namun, kekecewaan tersebut bukan tanpa dasar. Saiful mencurigai adanya ketidakprofesionalan dalam cara KPU menyimpulkan data dukungan yang TMS atau MS.
“Beberapa bukti di lapangan kita dapatkan, ada pendukung kita yang jelas-jelas tetanggaan dengan petugas verfak KPU justru dinyatakan tidak lolos,” ungkapnya, menambah api pada dugaan adanya ketidakwajaran dalam proses verifikasi.
Pernyataan Saiful ini membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut tentang transparansi dan integritas proses verifikasi dukungan calon independen dalam Pilkada 2024.
Jika tudingan tersebut benar, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi lokal dan kredibilitas lembaga yang bertanggungjawab dalam hal ini. ***