oleh: Sahril Tialo
Gorontalo – Pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Boalemo bukan sekadar formalitas birokrasi. Di balik jabatan itu ada harapan rakyat yang sudah lama merasa dipermainkan oleh lambatnya penegakan hukum. Salah satu kasus yang paling disorot adalah dugaan korupsi perjalanan dinas (Perdis) DPRD Boalemo—isu yang tak pernah benar-benar tuntas sejak pertama kali mencuat.
Kami, masyarakat Boalemo, lelah menunggu. Bertahun-tahun laporan dilayangkan, data diungkap, dan suara publik diteriakkan. Tapi apa hasilnya? Tidak ada satupun pejabat yang dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Semua seperti hilang dalam kabut ketidakpastian.
Kajari yang baru harus berani memutus rantai pembiaran ini. Jangan sekadar duduk di belakang meja, tapi turunlah ke akar masalah. Pelajari ulang berkas-berkas lama, buka penyidikan yang transparan, dan tunjukkan bahwa jabatan ini bukan tempat berlindung, melainkan tempat berjuang menegakkan keadilan.
Kasus Perdis bukan hal kecil. Ada indikasi laporan fiktif, ada kerugian uang negara, dan ada integritas lembaga yang dipertaruhkan. Jika tidak segera ditangani dengan serius, publik akan menilai bahwa kejaksaan ikut terjebak dalam kompromi dan ketakutan.
Saya ingin menegaskan: masyarakat tidak lagi percaya pada kata-kata. Yang kami tunggu adalah langkah nyata.
Sahril Tialo, yang juga mantan Ketua Forum Revolusi Mahasiswa Botumoito, menegaskan bahwa dalam waktu dekat akan menggelar aksi sebagai bentuk tekanan moral terhadap Kejaksaan Negeri Boalemo.
Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, tapi seruan terbuka agar hukum kembali bekerja dan tidak tunduk pada kekuasaan. Jika lembaga penegak hukum tidak segera membuktikan keberpihakannya pada kebenaran, maka wajar jika publik bersuara lebih lantang.
Boalemo butuh keberanian. Dan keberanian itu tidak datang dari mereka yang hanya tahu prosedur, tapi dari mereka yang berani menabrak tembok ketakutan demi membela kebenaran.