Gorontalo — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo mencatat sejarah baru dalam pelaksanaan fungsi pengawasan legislatif melalui Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit. Untuk pertama kalinya sejak DPRD Provinsi Gorontalo berdiri, lembaga tersebut mengeluarkan rekomendasi besar dan tegas yang melibatkan sejumlah instansi penegak hukum dan lembaga negara.
Langkah berani ini dianggap sebagai bentuk nyata tajamnya fungsi pengawasan DPRD. Tidak tanggung-tanggung, hasil kerja Pansus yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD ke-52 pada Senin, 6 Oktober 2025, menghasilkan 10 rekomendasi pokok dengan 56 turunan rekomendasi.
Rekomendasi itu mencakup tindakan serius, mulai dari penyitaan 21 ribu hektare lahan sawit yang tidak diusahakan, penutupan pabrik CPO, penggantian ribuan hektare kebun plasma, pembekuan koperasi sawit, hingga audit independen oleh akuntan publik dan penindakan terhadap dugaan mafia tanah.
Menurut Pansus, seluruh rekomendasi tersebut bersifat mengikat secara hukum, karena berlandaskan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bila tidak ditindaklanjuti, lembaga atau pihak terkait berpotensi mendapat sanksi administratif maupun hukum.
Rekomendasi Menyentuh 10 Lembaga Penting
DPRD Gorontalo menyampaikan hasil rekomendasi ini kepada sepuluh lembaga utama, yakni:
- Gubernur Gorontalo
- Bupati Kabupaten Gorontalo, Boalemo, dan Pohuwato
- Kementerian ATR/BPN dan Kanwil BPN Provinsi Gorontalo
- Kementerian Pertanian
- BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo
- BPKP Perwakilan Provinsi Gorontalo
- Ombudsman RI dan Ombudsman RI Perwakilan Gorontalo
- Kepolisian Daerah Gorontalo
- Kejaksaan Tinggi Gorontalo
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI
Isi Pokok Rekomendasi
Dalam rekomendasi yang disampaikan, DPRD meminta Gubernur Gorontalo untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah kabupaten, agar pengelolaan perkebunan sawit di daerah benar-benar sesuai aturan.
Gubernur juga diminta memberi sanksi tegas kepada perusahaan sawit bermasalah, termasuk PT Agro Artha Surya, serta menginstruksikan kepada para bupati agar:
- Memberi sanksi pencabutan izin bagi perusahaan yang tidak mengusahakan lahan.
- Memastikan perusahaan transparan dalam pengelolaan kebun plasma.
- Memfasilitasi audit oleh akuntan publik untuk memastikan keadilan bagi petani plasma.
- Menegakkan moratorium penerbitan HGU baru selama lima tahun hingga semua persoalan terselesaikan.
Selain itu, Pansus juga menekankan agar tanah tidak produktif dikembalikan menjadi Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) dan didistribusikan kembali secara adil kepada masyarakat terdampak.
Kementerian ATR/BPN diminta segera menetapkan lahan terlantar sebagai objek reforma agraria, sementara Kementerian Pertanian didorong melakukan pembinaan dan penindakan terhadap pelanggaran tata kelola sawit.
Sementara itu, BPK dan BPKP diharapkan melakukan audit menyeluruh terkait kepatuhan dan kewajiban perusahaan sawit terhadap negara, dan Ombudsman RI diminta melakukan pemeriksaan dugaan maladministrasi pelayanan publik.
Tidak kalah penting, Polda Gorontalo dan Kejaksaan Tinggi Gorontalo diminta menindak tegas dugaan pelanggaran pidana, termasuk jika terdapat unsur mafia tanah atau korupsi dalam tata kelola perkebunan sawit.
Adapun KPK RI, sesuai kesepahaman dengan Pansus, diminta melakukan pengawasan dan penindakan terhadap penyalahgunaan aset negara dan tindak pidana korupsi di sektor sawit.
Langkah Tegas dan Bersejarah
Ketua Pansus Sawit DPRD Gorontalo menyebut bahwa hasil ini merupakan puncak kerja kolektif yang melibatkan koordinasi dengan lembaga pusat, termasuk KPK. Ia menilai, persoalan sawit di Gorontalo bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga menyangkut keadilan sosial, hak masyarakat, dan integritas tata kelola pemerintahan.
“Ini bukan akhir, tapi awal dari penegakan keadilan bagi masyarakat dan petani sawit di Gorontalo,” ujarnya dalam rapat paripurna.
Langkah DPRD Gorontalo ini menjadi preseden penting dalam sejarah parlemen daerah tersebut — menunjukkan taring legislatif yang sesungguhnya dalam mengawal kepentingan rakyat melalui fungsi pengawasan yang kuat, tegas, dan berbasis hukum.