Sharenews.id-Salah satu instrumen yang patut diapresiasi dari pasangan calon nomor urut 2, Nelson-Dadang Hemeto (NDH), adalah terpeliharanya ruh dan spirit perjuangan yang tetap terpatri pasca Pilkada, sembari menunggu hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak hanya ruh dan spirit perjuangan, tapi juga ketenangan, keteguhan hati, kesabaran dan sikap tawadhu, sangat nampak dan tetap terlihat dari figur NDH beserta para tim sukses, pendukung dan simpatisannya.
Meski unggul dengan selisih perolehan suara hampir 29 ribu dari pasangan calon RA-DG yang meraih suara sekitar 63 ribu suara, NDH tetap rendah hati, bersikap tenang, tidak ada euforia yang berlebihan, apalagi konvoi kemenangan. Kondisi daerah yang masih dilandah wabah covid-19, menjadi salah satu pemicu munculnya ruang kesadaran NDH dan simpatisan untuk tidak bereforia secara berlebihan. Selain itu, meski diterpa dengan berbagai isu dan penggiringan opini yang terkadang menyesatkan dan tidak berdasar, namun NDH sama sekali tidak terpancing, bahkan sangat paham dengan kondisi psikologis rival politik mereka yang “kalah”. NDH mengerti bahwa perjuangan yang kandas, terkadang butuh hiburan atau paling tidak menghibur diri dengan lantunan lagu yang kedengaran sumbang alias “monggahu” sekalipun.
Apalagi pasca putusan DKPP, meski upaya menghibur diri dengan optimisme dan asumsi-asumsi yang terkadang bias, nyeleneh tak mendasar terus saja dimainkan, namun NDH, mampu mengendalikan diri. “Yang kalah saja optimis, apalagi yang menang”. Meski ada juga yang merasa muak melihat tingkah dan ambisi yang kelewat batas dari calon tertentu yang kalah, namun rasa itu tetap terkendali atau dikendalikan.
Paling tidak, NDH sudah terlatih, karena sejak 1 hingga 2 tahun sebelum Pilkada, NDH, terutama Bupati Nelson, sudah terbiasa diserang dan diterpa dengan berbagai isu, manuver, hujatan, cacian dan bahkan fitnah yang bertubi-tubi. Namun, ketika itu dan bahkan hingga saat ini, Bupati Nelson menjawab semua itu dengan terus fokus bekerja melayani rakyatnya, berkhitiar dalam perjuangan dan bersabar dalam doa.
Itulah yang disebut dengan perjuangan yang bermakna, yakni mampu memadukan kerja nyata dengan hati, tekad dan pengorbanan yang ikhlas nan bertawakal. Menang tanpa harus mencaci, merebut simpati tanpa memaki dan unggul tanpa harus memukul. Itulah NDH, pantas menang dan menang pantas.
Sebagai pemimpin yang berkomitmen mempersembahkan karya dan karsanya untuk Gorontalo misalnya, Nelson pada suatu ketika pernah berujar bahwa hujatan, kritikan bahkan caci-maki sekalipun, akan menjadi energi positif yang konstruktif untuk membangun semangat dan keteguhan komitmen terhadap amanah kepemimpinan. Dalam hidup ini ungkap Bupati Nelson, “Jika kita menanam padi sudah pasti akan tumbuh rumput, jika menanam rumput jangan bermimpi tumbuh padi”. Pada akhirnya, dalam konteks perhelatan politik, siapa yang lebih banyak berbuat, bekerja dan berbakti, dialah yang akan diplih dan siapa yang sekadar menjadi rumput pengganggu, dia akan diabaikan bahkan dicampakkan rakyat.
Itulah sebabnya pula, bagi seorang Bupati Nelson, perolehan suara NDH hampir 50 persen dari jumlah pemilih di Kab. Gorontalo, merupakan buah dari ikhtiar perjuangan, pengorbanan, kesabaran, buah dari kerja keras dan kebersamaan yang terbangun dari seluruh tim pemenangan yang mampu secara konsisten mengikuti kaidah-kaidah aturan main yang berlaku.
Selain itu, perolehan suara dengan selisih hampir 29 ribu pada Pilkada lalu, juga merupakan bagian dari akumulasi kepercayaan rakyat, buah dari apresiasi atas prestasi, kinerja dan dedikasi yang sudah dipersembahkan untuk masyarakat Kab. Gorontalo pada periode pertama. Indikator-indikator kemajuan dan keberhasilan pembangunan yang jelas, terukur, dan progresif sesuai data dan fakta, semuanya itu, memiliki andil yang besar terhadap lahirnya kepercayaan rakyat hingga menaruh pilihan pada nomor urut 2 NDH.
Faktor lainnya adalah performance calon, modal sosial calon yang sudah terbangun, jejak kiprah, karya dan karsa Bupati Nelson untuk Gorontalo selama ini yang sulit dibantah, kesemuanya itu, juga memegang andil terhadap lahirnya kepercayaan rakyat untuk calon pasangan NDH. Namanya juga pemilihan Kepala Daerah berarti memilih. Konsekwensi memilih adalah membanding-bandingkan, menimbang-nimbang mana yang terbaik. Yang terbaik dari semua calon itulah yang akan dipilih dan diberi kepercayaan.
Dari fakta di atas, tidak heran jika kemudian , banyak yang merasa tersinggung bahkan melontarkan sumpah serapah, ketika melihat materi gugatan para calon lain yang kalah yang mencantumkan angka nol perolehan suara NDH. Mereka tersinggung dan emosi, karena seakan-akan para calon yang kalah, mengangkangi dan tidak menghargai suara mayoritas rakyat yang telah memilih NDH pada Pilkada 9 Desember 2020 lalu.
Kemarahan itu juga dipicu oleh logika berpikir sederhana masyarakat, jika hanya tudingan politik uang, mobilisasi aparatur, calon Bupati Nelson dan Hendra bukanlah konglomerat yang mampu membeli suara rakyat sebanyak 92 ribu rakyat yang memilih NDH, apalagi selisih perolehan suara mencapai angka hampir 29 ribu. Mobilisasi aparatur juga sangat sulit, karena di-mana petugas Panwas bertebaran hingga ke pelosok-pelosok desa sekalipun. “Sudah kalo bo beda 100 atau seribu suara, ini hampir 29 ribu, delo tau diri dorang itu?, seperti itu, kalimat yang sering terlontar di sebagian kalangan. Setuju atau tidak setuju, logika berpikir sederhana rakyat seperti itu layak dihargai.
Yang patut disyukuri, ketersinggungan dan emosi pendukung NDH, tidak mencuat dan meledak-ledak. Hal itu terjadi, selain karena kedewasan berdemokrasi rakyat yang mulai tumbuh, juga ada asumsi-asumsi lain yang mampu menteralisir dan meredam, diantaranya, keyakinan terhadap institusi hukum yang mampu melahirkan putusan yang seadil-adilnya dan berpihak pada kehendak rakyat. Institusi negara sudah pasti mampu menyelami hati dan kehendak rakyat serta mampu mendeteksi mana calon yang sekadar mengedepankan ambisi sehingga terkesan mengada-ada dan mana calon pemimpin yang benar-benar dipercaya mayoritas rakyat. (Ali Mobiliu).