Videotron di Pusat Kota Tilamuta Dibongkar Lagi, Warga Pertanyakan Perencanaan: “Proyek Asal Jadi Tanpa Kajian?”

Boalemo – Proyek pemasangan videotron di pusat Kota Tilamuta kembali menuai sorotan. Setelah sebelumnya berdiri megah dan menarik perhatian publik, kini videotron tersebut dibongkar kembali, memunculkan tanda tanya besar dari masyarakat soal perencanaan dan legalitas proyek itu.

Pembongkaran ini diduga kuat bukan tanpa sebab. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pembangunan videotron tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin), yang seharusnya menjadi syarat mutlak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2021, setiap kegiatan pembangunan yang berdampak pada kelancaran lalu lintas, baik itu pusat kegiatan, pemukiman, infrastruktur, maupun fasilitas umum, wajib disertai dokumen Andalalin. Dokumen ini hanya dapat diterbitkan oleh pejabat teknis yang berwenang dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).

Namun kenyataannya, pembangunan videotron yang terletak di simpang jalan tersibuk di Tilamuta justru terkesan asal dikerjakan tanpa kajian teknis yang memadai. Akibatnya, keberadaan videotron tersebut dinilai dapat membahayakan pengendara, mengganggu pandangan saat berkendara, serta tidak sesuai dengan prinsip tata ruang dan keselamatan jalan.

Kritik tajam datang dari salah satu warga Boalemo yang juga seorang mahasiswa, Sahril Tialo. Ia menilai bahwa proyek ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan yang taat regulasi.

“Sebagai warga Boalemo, saya kecewa melihat ini. Harusnya proyek seperti ini sudah dilengkapi dengan semua dokumen teknis, termasuk Andalalin. Kalau dibangun dulu lalu dibongkar, itu artinya ada yang salah sejak awal. Ini jelas pemborosan anggaran dan memperlihatkan betapa lemahnya perencanaan,” ujar Sahril.

Menurutnya, keberadaan videotron di pusat kota memang dari awal sudah dipertanyakan oleh warga, karena berdiri di area padat lalu lintas tanpa kejelasan apakah telah melalui kajian dampak lalu lintas atau tidak.

“Kita bisa lihat sendiri, itu lokasi padat kendaraan. Mestinya pemerintah tidak gegabah. Kalau hanya mengejar proyek cepat selesai tapi tidak aman, itu justru merugikan masyarakat. Ini uang rakyat, bukan uang pribadi pejabat,” tambahnya.

Sahril juga menyampaikan bahwa sebagai mahasiswa, ia merasa prihatin karena kejadian seperti ini mencoreng citra birokrasi lokal yang seharusnya menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang baik.

“Kami belajar soal akuntabilitas, efisiensi, dan keselamatan publik. Tapi kenyataannya proyek di depan mata justru mengabaikan itu semua. Ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ujarnya.

Warga lainnya pun menyampaikan keheranan mereka atas proyek yang terkesan terburu-buru tersebut. Beberapa bahkan menyebut bahwa videotron tersebut sudah sejak awal menimbulkan keraguan, karena tidak disosialisasikan secara terbuka ke masyarakat.

“Tiba-tiba dibangun, lalu belum lama sudah dibongkar. Ini proyek main-main atau bagaimana?” kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Masyarakat Boalemo kini menuntut penjelasan terbuka dari pemerintah daerah: siapa yang bertanggung jawab atas pembongkaran ini? Apakah sudah ada evaluasi internal? Dan apakah dana yang digunakan dari APBD?

Jika benar proyek ini menggunakan anggaran daerah, maka pembongkaran ini bisa dikategorikan sebagai pemborosan uang negara. Masyarakat berharap agar kejadian ini menjadi evaluasi menyeluruh dalam perencanaan proyek ke depan, agar setiap pembangunan benar-benar dirancang dengan matang dan mematuhi semua aturan teknis yang berlaku.

Kasus ini memperlihatkan bahwa pembangunan infrastruktur bukan sekadar urusan fisik dan tampilan kota, tapi juga menyangkut keselamatan, kelayakan, serta kepatuhan terhadap hukum. Pemerintah daerah harus lebih serius dan bertanggung jawab, agar kesalahan serupa tidak kembali terjadi dan merugikan rakyat.