Kepastian Hukum & Dinamika Politik Pasca Putusan MK. Ance Robot, Deasy Sandra Datau, Hamzah Isa, Andi Ilham, Syawaludin Hingga Prof. Eduart Wolok Calon Kuat Pengganti Ridwan Yasin?

MOleh: Fian Hamzah – Founder Ruang Anak Muda Connection.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 menegaskan bahwa pemilihan yang adil dan berintegritas itu tidak hanya bergantung pada mekanisme pencoblosan hingga pemungutan suara, tetapi juga pada kepastian hukum dalam proses pencalonan. Putusan Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini tentu sangat berimplikasi besar terhadap Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gorontalo Utara dengan tidak lagi mengikutsertakan Ridwan Yasin sebagai calon. Berkaitan dengan putusan 55/PHPU ini kemudian menyoroti konflik interpretasi antara KPU dan Bawaslu.

Dalam persidangan, terungkap bahwa KPU awalnya menetapkan Ridwan Yasin Tidak Memenuhi Syarat (TMS) berdasarkan statusnya sebagai terpidana. Hal ini kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 yang mengatur bahwa calon kepala daerah tidak boleh berstatus sebagai terpidana. Namun, oleh Bawaslu justru mengabulkan permohonan Ridwan Yasin dan memerintahkan KPU untuk mengikutsertakannya dalam Pilkada Gorontalo Utara.

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menegaskan bahwa putusan Bawaslu bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Status terpidana Ridwan Yasin tidak dapat dikesampingkan hanya karena ia tidak sedang menjalani hukuman di dalam penjara. MK menilai bahwa keputusan KPU untuk tidak meloloskan Ridwan Yasin sudah sesuai dengan hukum dan harus dijadikan rujukan utama dalam proses pemilu.

Putusan ini tentu memiliki dampak yang luas terhadap sistem pemilu dan stabilitas politik di Gorontalo Utara. Keputusan MK memperjelas bahwa peraturan mengenai syarat pencalonan harus diterapkan secara ketat dan tidak boleh ditafsirkan secara subjektif oleh penyelenggara pemilu. KPU harus berpegang pada teguh pada regulasi yang ada dan tidak tunduk pada tekanan politik atau interpretasi yang bertentangan dengan hukum. Selain itu, putusan ini juga menjadi preseden bahwa Bawaslu tidak dapat bertindak di luar kewenangannya dengan mengabaikan ketentuan hukum yang jelas. Peran pengawasan yang dilakukan Bawaslu harus tetap dalam koridor peraturan yang berlaku, bukan sebagai instrumen untuk mengubah keputusan KPU yang sudah sesuaidengan ketentuan hukum. Di sisi lain, putusan ini mengubah peta politik di Gorontalo Utara dengan menghilangkan salah satu calon dari PSU.

Pendukung Ridwan Yasin kemungkinan besar merasa dirugikan, sementara pesaingnya dapat memperoleh keuntungan dari keputusan ini. Kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu bisa terganggu akibat perbedaan tafsir antara KPU dan Bawaslu, sehingga perlu adanya upaya sosialisasi yang lebih baik mengenai dasar hukum dari putusan ini.

Hal yang menarik dalam putusan ini adalah perintah MK kepada KPU untuk segera menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang dalam waktu paling lama 60 hari sejak putusan diucapkan. Dalam amar putusan, MK menetapkan bahwa PSU harus dilaksanakan dengan mendasarkan pada Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Pindahan, dan Daftar Pemilih Tambahan yang sama dengan pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024. Ketentuan ini memberikan kepastian bagi para pemilih dan memastikan tidak ada perubahan mendadak dalam daftar pemilih yang dapat merugikan salah satu pihak. Selain itu, MK menegaskan bahwa hasil PSU tersebut tidak perlu dilaporkan kembali kepada Mahkamah, yang berarti MK memberikan kewenangan penuh kepada KPU untuk mengeksekusi putusan tanpa intervensi lebih lanjut. Hal ini menegaskan bahwa KPU sebagai lembaga independen memiliki otoritas dalam pelaksanaan pemilu dan hasilnya harus dihormati sebagai keputusan final.

Putusan ini menunjukkan perlunya revisi dan harmonisasi regulasi pemilu agar tidak terjadi lagi perbedaan tafsir yang dapat merugikan proses demokrasi. Sinkronisasi peraturan antara KPU dan Bawaslu menjadi hal mendesak agar tidak terjadi konflik keputusan serupa di masa depan. Penerapan aturan pencalonan harus lebih ketat untuk memastikan bahwa hanya kandidat yang benar-benar memenuhi syarat yang bisa maju. Selain itu, penting untuk meningkatkan pemahaman publik dan penyelenggara pemilu mengenai aturan pencalonan agar tidak terjadi kebingungan atau manipulasi di masa depan.

Putusan MK Nomor 55 merupakan langkah penting dalam menegakkan kepastian hukum dalam pemilu. Dengan menegaskan bahwa calon yang berstatus terpidana tidak memenuhi syarat, MK telah memberikan panduan yang lebih jelas bagi penyelenggara pemilu di masa depan. Reformasi regulasi dan peningkatan koordinasi antara KPU dan Bawaslu harus menjadi prioritas agar tidak terjadi lagi konflik interpretasi yang dapat mengganggu stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap pemilu. Pemilu yang adil dan transparan hanya dapat terwujud jika regulasi yang ada ditegakkan secara konsisten tanpa intervensi kepentingan politik. Oleh karena itu, reformasi pemilu bukan hanya menjadi wacana, tetapi sebuah keharusan untuk memastikan demokrasi yang lebih kuat dan berintegritas di Indonesia.

Dinamika Politik Pasca Putusan MK

Tidak diikutsertakannya Ridwan Yasin dalam PSU menimbulkan pertanyaan besar terkait siapa yang akan menggantikannya dalam kontestasi politik di Gorontalo Utara. Sebagai partai pengusung utama, PDI Perjuangan berada pada posisi strategis yang mengharuskan mereka mengambil keputusan penting dalam waktu yang relatif singkat ini. Ada dua kemungkinan yang dapat diambil oleh PDI Perjuangan dalam menghadapi situasi ini.

Pertama, partai dapat memajukan kader internalnya sebagai calon baru. Kader-kader tersebut, bisa saja; Ance Robot (Anggota DPRD Provinsi Gorontalo), Deasy Sandra Datau(Ketua DPRD 2019-2024, Ketua DPC PDI Perjuangan), Hamzah Isa (FYI: Pengusaha, dan pernah menjadi calon gubernur PDI Perjuangan Periode 2024-2029) dan terakhir ada nama Andi Ilham yang dalam beberapa media digadang-gadang bakal maju dalam Pilkada Gorontalo utara pasca putusan MK.55. Jika diantara nama-nama ini ada yang direkomendasikan oleh PDI Perjuangan, maka pertarungan didepan mata akan sangat sengit, mengingat nama-nama tersebut adalah tokoh-tokoh besar dalam PDI Perjuangan—maka bukan tidak mungkin, PDI Perjuangan bisa saja keluar menjadi pemenangan dalam Pilkada Gorut kali ini.

Opsi ini juga bisa memungkinkan PDI Perjuangan tetap mempertahankan pengaruh politiknya di Gorontalo Utara. Namun, ada tantangan besar dalam memperkenalkan sosok pengganti Ridwan Yasin kepada pemilih dalam kurun waktu yang terbatas. Dibutuhkan strategi komunikasi politik yang kuat untuk memastikan bahwa kader yang diusung dapat diterima oleh masyarakat dan memiliki daya saing yang cukup dalam PSU mendatang.

Kedua, PDI Perjuangan dapat memberikan rekomendasi kepada pihak luar yang dianggap memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan PSU. Langkah ini dapat ditempuh jika partai menilai bahwa kader internal belum memiliki elektabilitas yang cukup untuk bersaing. Opsi ini akan membuka kemungkinan koalisi politik dengan pihak lain yang memiliki basis dukungan luas. PDI Perjuangan akan berperan sebagai kendaraan politik yang menopang kandidat eksternal, dengan harapan tetap mempertahankan pengaruh politiknya di pemerintahan daerah pasca-PSU.

Dalam dinamika politik pasca-putusan MK, terdapat dua tokoh yang berpotensi kuat dalam PSU Pilkada Gorontalo Utara, yakni Syawaludin dan Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, S.T., M.T. Keduanya bukan nama baru dalam kancah politik dan sosial di Gorontalo.

Syawaludin merupakan seorang pengusaha sukses yang juga pernah mencalonkan diri dalam Pileg DPR RI 2024-2029. Namanya masih segar dalam ingatan masyarakat Gorontalo, terutama karena rekam jejak politiknya yang cukup dikenal. Selain itu, Syawaludin telah banyak berinvestasi dalam kegiatan sosial di Gorontalo, termasuk di Gorontalo Utara, yang tentunya bisa menjadi modal politik berharga dalam kontestasi PSU mendatang.

Di sisi lain, Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, S.T., M.T. merupakan Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) yang juga memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan Gorontalo Utara. Salah satu bentuk investasinya adalah pengelolaan Pulau Dionumo menjadi destinasi wisata keluarga dengan fasilitas terbaik. Selain itu, Prof. Eduart juga dikenal memiliki tingkat sosialitas yang tinggi, yang tentunya bisa menjadi daya tarik politik tersendiri bagi masyarakat Gorontalo Utara. Dengan latar belakang akademisi, ia dapat menjadi alternatif kandidat yang menawarkan pendekatan berbasis pembangunan dan inovasi.

Jika PDI Perjuangan merekomendasikan satu diantara dua nama ini, maka Pilkada Gorontalo Utara makin menarik. PDI Perjuangan dan partai-partai lainnya tentu akan mempertimbangkan secara matang langkah yang harus diambil untuk memastikan kemenangan di PSU mendatang. Jika salah satu dari mereka mendapatkan dukungan partai besar, peluang kemenangan mereka akan semakin terbuka lebar.

Keputusan yang akan diambil PDI Perjuangan tidak hanya berdampak pada hasil PSU, tetapi juga pada dinamika politik di tingkat daerah dan nasional. Jika partai mampu memainkan strategi yang tepat, mereka dapat tetap mempertahankan dominasinya. Sebaliknya, jika salah langkah, maka PDI Perjuangan akan mati konyol.