Komisi I DPRD Gorontalo Soroti Puluhan Aset Sekolah Tak Bersertifikat, Buka Rapat Khusus dengan OPD Terkait

GORONTALO — Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menggelar rapat kerja penting bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Senin (28/7/2025), guna membahas permasalahan aset lahan sekolah milik pemerintah provinsi yang hingga kini belum memiliki sertifikat resmi. Rapat yang berlangsung di Ruang Dulohupa DPRD ini menjadi tindak lanjut dari hasil monitoring lapangan yang dilakukan Komisi I beberapa waktu lalu.

Ketua dan anggota dewan menyatakan keprihatinan atas temuan tersebut, karena puluhan lahan sekolah, terutama SMA dan SMK negeri, belum memiliki legalitas hukum yang sah. Kondisi ini dinilai berpotensi menimbulkan masalah serius di kemudian hari, baik dari aspek hukum, administratif, maupun dalam perencanaan pembangunan pendidikan jangka panjang.

Rapat dihadiri oleh berbagai instansi terkait, termasuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Gorontalo, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Pemerintahan, Biro Hukum, Badan Keuangan, serta perwakilan kepala sekolah dari sejumlah satuan pendidikan yang terdampak.

Dalam forum tersebut, OPD dan pihak sekolah diminta memberikan penjelasan rinci mengenai status tanah yang digunakan, serta langkah-langkah konkret yang telah dan akan dilakukan dalam menyelesaikan persoalan legalitas aset. Sorotan tajam datang dari Anggota Komisi I, Kristina Femmy Udoki, yang menyoroti lemahnya dasar kepemilikan lahan oleh banyak sekolah.

“Banyak sekolah hanya pegang akta jual beli tanpa sertifikat resmi. Ini sangat rawan. Kalau lahan yang bersertifikat saja masih bisa bermasalah, apalagi yang belum,” ujar Femmy, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Ia mencontohkan kasus di SMA Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, yang hingga kini belum bisa mengurus sertifikat karena keterbatasan anggaran. Femmy mendorong agar anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD bisa dialokasikan sebagian untuk proses sertifikasi aset lahan sekolah.

“Jangan sampai pemerintah provinsi harus membeli ulang tanah yang pernah dibeli karena tidak ada sertifikat. Ini sangat merugikan,” tegas mantan jurnalis senior itu.

Femmy juga meminta agar Dinas Pendidikan melakukan pendataan ulang terhadap seluruh sekolah yang belum memiliki sertifikat. Data tersebut akan menjadi dasar bagi proses sertifikasi yang lebih sistematis dan terencana.

Tak hanya itu, BPN Provinsi Gorontalo juga diminta turut ambil bagian secara aktif dalam menyelesaikan persoalan ini. “Proses sertifikasi tidak boleh ditunda-tunda. Ini menyangkut kepastian hukum, kenyamanan belajar mengajar, dan keberlanjutan pembangunan sektor pendidikan,” ujarnya.

Rapat tersebut ditutup dengan komitmen bersama untuk segera menindaklanjuti temuan dan rekomendasi yang dihasilkan. Komisi I DPRD menyatakan akan terus mengawal proses sertifikasi hingga seluruh aset lahan sekolah milik Pemprov Gorontalo memperoleh legalitas hukum yang jelas.