Gorontalo–Polemik tersendatnya pencairan Dana Desa Tahap II akibat pemberlakuan PMK Nomor 81 Tahun 2025 memicu kekhawatiran serius di tingkat desa. Insentif guru ngaji, imam masjid, pegawai sara, hingga guru PAUD terancam tak terbayarkan, menyusul belum cairnya alokasi Non-Earmark yang menjadi sumber pendanaan utama.
Kondisi ini disuarakan ratusan kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam Aliansi Persatuan Kepala Desa Provinsi Gorontalo, saat menggelar aksi demonstrasi di Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Provinsi Gorontalo, Senin (1/12/2025).
Mereka menolak pemberlakuan PMK 81/2025 dan mendesak Menteri Keuangan segera mencabut regulasi tersebut, karena dinilai merugikan desa. Aturan tersebut menetapkan batas akhir penginputan administrasi pencairan anggaran pada 17 September 2025, yang berdampak pada tidak tersalurnya Dana Desa Tahap II.
Sekdes yang juga orator aksi, Nhovan Lahmudin, menjelaskan bahwa keterlambatan penginputan bukan disebabkan pihak desa, melainkan karena aplikasi yang digunakan Dinas PMD mengalami kendala teknis.
“Aplikasi error itu yang membuat penginputan gagal. Akibatnya Non-Earmark tidak cair, dan hak-hak para pekerja desa seperti guru ngaji, imam masjid, pegawai sara, serta guru PAUD belum bisa dibayarkan sampai hari ini,” tegas Nhovan.
Ia menilai desa kini menjadi pihak yang disalahkan, padahal tidak ada institusi yang mau bertanggung jawab atas kegagalan pencairan anggaran tersebut.
Aliansi ini kemudian menyampaikan dua tuntutan utama kepada DPRD Provinsi Gorontalo:
1. Meminta DPRD menyampaikan aspirasi kepada Aleg DPR-RI Dapil Gorontalo untuk mendesak pencabutan PMK 81/2025.
2. Meminta DPRD mencarikan solusi agar insentif para pekerja desa bisa segera dibayarkan.
Menanggapi hal tersebut, Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo langsung bergerak cepat dengan menerima seluruh perwakilan Aliansi di Ruang Rapat Paripurna.
Anggota Komisi I, Femmy Udoki, memastikan pihaknya tidak akan tinggal diam dan segera menindaklanjuti tuntutan para kepala desa.
“Insyaallah lusa kami akan menggelar zoom meeting dengan Kementerian Desa, Kementerian Keuangan, dan Kemendagri terkait tuntutan ini,” kata Femmy.
Femmy menegaskan, Komisi I akan menyampaikan langsung situasi kritis yang dialami desa akibat tidak cairnya Non-Earmark.
“Kami akan sampaikan bahwa desa tidak bisa membayar insentif imam, guru ngaji, kader kesehatan, dan pekerja desa lainnya. Harus ada solusi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Komisi I akan mengirim surat resmi untuk mengagendakan pertemuan tersebut.
“Semoga pembahasan bersama kementerian nanti bisa memberikan jalan keluar terbaik, khususnya bagi desa-desa di Provinsi Gorontalo,” tutupnya





