Gorontalo — DPRD Provinsi Gorontalo melalui Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan resmi menyampaikan laporan hasil kerja mereka dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua II DPRD, La Ode Haimuddin, Senin (8/11/25).
Rapat tersebut turut dihadiri Wakil Gubernur Gorontalo Idah Syahidah Rusli Habibie, unsur Forkopimda, OPD teknis, serta seluruh anggota legislatif.
Ketua Pansus Pertambangan, Meyke Camaru, menjelaskan bahwa pansus dibentuk berdasarkan keputusan Paripurna pada 28 April 2025 setelah adanya usulan dari 27 anggota DPRD lintas fraksi.
Pansus dibentuk untuk menjawab berbagai persoalan tata kelola pertambangan emas, terutama di Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango, yang selama ini memicu ketegangan sosial dan ekonomi di masyarakat.
Dalam laporannya, Pansus mengurai sejumlah permasalahan krusial, di antaranya:
1. Belum selesainya persoalan tali asih antara penambang lokal dan PT PETS yang menjadi pemicu kerusuhan Marisa, 21 September 2023.
2. KUD Darma Tani kehilangan fungsi sebagai pemegang saham mayoritas PT PETS.
3. Dualisme kepengurusan KUD yang tidak memiliki kepastian hukum.
4. Rencana relokasi warga oleh PT Pani Bersama Tambang yang belum memiliki kejelasan lokasi.
5. Dugaan pemanfaatan kawasan yang tidak sesuai aturan, termasuk proses clearing dan dokumen AMDAL.
6. Belum rampungnya IPR (Izin Pertambangan Rakyat) yang menyebabkan ribuan penambang kehilangan mata pencaharian.
7. Perubahan fungsi sebagian lahan konsesi sawit menjadi lokasi tambang.
8. Berulangnya aksi protes dari masyarakat dan mahasiswa akibat konflik pertambangan.
Pansus juga mencatat banyaknya aspirasi yang masuk kepada DPRD, baik dari organisasi mahasiswa, lembaga lingkungan, hingga kelompok penambang.
Meskipun pertambangan mineral merupakan kewenangan pemerintah pusat berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 jo. UU No. 6 Tahun 2023, daerah tetap memiliki ruang penting dalam:
1. Penetapan Wilayah Pertambangan (WP)
2. Penerimaan kewenangan delegatif perizinan
3. Pengawasan pelaksanaan aturan
4. Perlindungan hak masyarakat
“DPRD wajib memastikan kekayaan alam dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sesuai Pasal 33 UUD 1945,” tegas Meyke.
Pansus menegaskan bahwa Gorontalo memiliki potensi emas besar yang telah ditambang masyarakat sejak ratusan tahun lalu. Namun belakangan, keberadaan penambang rakyat semakin tersisih oleh operasi perusahaan besar seperti PT PETS di Pohuwato dan PT Gorontalo Minerals di Bone Bolango.
Beberapa catatan penting dari Pansus meliputi:
– Alih fungsi wilayah tambang rakyat ke perusahaan berizin
– Ketimpangan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal
– Potensi kerusakan lingkungan
– Konflik sosial yang berulang
– Kesejahteraan masyarakat yang belum merata meski tambang besar beroperasi
Melalui verifikasi data, klarifikasi, dan kunjungan lapangan, Pansus menyusun rekomendasi strategis untuk menjadi pijakan DPRD dalam merumuskan sikap resmi kepada pemerintah pusat maupun daerah.
Wakil Ketua II DPRD, La Ode Haimuddin, menyampaikan apresiasi atas kinerja Pansus dan menegaskan bahwa laporan tersebut akan menjadi dasar DPRD dalam memperjuangkan penyelesaian konflik pertambangan secara menyeluruh.
“DPRD berkomitmen melindungi hak masyarakat khususnya penambang agar pengelolaan tambang di Gorontalo berjalan sesuai aturan dan memberi manfaat bagi rakyat,” ujarnya.
Rapat paripurna ditutup dengan penegasan bahwa rekomendasi Pansus akan menjadi langkah penting dalam memperbaiki tata kelola pertambangan di Gorontalo dan mendorong keadilan bagi penambang rakyat.





