Boalemo – Kepala Desa Diloato, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo diberhentikan secara tiba-tiba oleh Pemerintah daerah kabupaten boalemo. Setelah dipercaya masyarakat sejak tahun 2020, tanpa pemberitahuan, tanpa teguran, tanpa prosedur yang transparan pemberhentian itu dilaksanakan.
Anton terpilih melalui Pemilihan Kepala Desa tahun 2019 dan dilantik 1 Januari 2020. Namun pada 6 April 2022, ia diberhentikan sementara melalui SK Bupati Nomor 009/205/IV/2022, berdasarkan keputusan rapat Tim Pembina Desa. Ia diaktifkan kembali sebagai Kepala Desa pada 9 Agustus 2023 lewat SK Bupati yang baru. Tak hanya itu, Anton bahkan menerima SK perpanjangan masa jabatan hingga 2026 pada 26 Juni 2024.
Namun hal yang amat mencenangkan muncul kembali Pada 6 Mei 2025, ia diberhentikan secara definitif berdasarkan SK Bupati terbaru Nomor 009/151/V/2025., tidak ada proses pemberitahuan, klarifikasi, atau pemeriksaan ulang terhadap dirinya.
“Saya baru tahu diberhentikan lewat telepon, saat sedang mengurus akta koperasi di Tilamuta. Tidak pernah dipanggil, tidak menerima salinan hasil pemeriksaan, dan tidak diberi kesempatan membela diri,” ungkap Anton.
SK pemberhentian mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat tanggal 26 Februari 2024, serta telaah internal Bupati Boalemo. Namun hingga kini, Anton menyatakan tidak pernah menerima tembusan dokumen tersebut, maupun panggilan klarifikasi.
Yang lebih mengejutkan, Ketua BPD Diloato dan Camat Paguyaman mengaku tidak tahu-menahu soal pemberhentian tersebut, apalagi mengeluarkan rekomendasi seperti diwajibkan oleh Undang-Undang Desa.
“Kalau BPD tidak memberi rekomendasi, camat pun tak tahu, lalu berdasarkan apa saya diberhentikan? Ini seperti keputusan yang dibuat diam-diam. Apakah karena saya bukan bagian dari kekuasaan atau bukan pemilik modal?” ujar Anton.
Praktik pemberhentian tanpa mekanisme sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 82 Tahun 2015 jo. Permendagri 66 Tahun 2017, berpotensi melanggar asas kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Anton menegaskan, langkah yang diambil bukan semata soal jabatan, melainkan soal prinsip keadilan dan perlakuan setara di mata hukum.
“Saya akan menempuh jalur hukum. Jika seorang kepala desa bisa dicopot tanpa prosedur, bagaimana nasib demokrasi di desa ke depan?”
Saat ini, Anton tengah menyiapkan langkah hukum melalui jalur PTUN untuk menguji keabsahan SK pemberhentian tersebut.