Mahasiswa Akhir UNG Keluhkan UKT Rp5 Juta untuk 6 SKS: “Kami Tertekan secara Ekonomi”

Gorontalo – Kelompok mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) angkatan 2021, khususnya penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), menyuarakan kegelisahan mereka terkait besarnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang masih dibebankan di tahap akhir perkuliahan. Aspirasi ini disampaikan oleh Sahril, salah satu perwakilan mahasiswa angkatan tersebut.

Dalam keterangannya, Sahril mengungkapkan bahwa mayoritas mahasiswa angkatan 2021 kini hanya menyisakan 6 SKS berupa mata kuliah skripsi. Namun, mereka tetap dikenai UKT dengan nominal mencapai Rp4 juta hingga Rp5 juta. Sementara, kebijakan penurunan UKT sebesar 50 persen hanya berlaku bagi mahasiswa yang telah memasuki tahap penulisan skripsi.

“Teman-teman yang masih dalam proses proposal belum bisa mengakses keringanan tersebut, padahal mereka juga sedang menjalani fase akhir yang tak kalah berat,” ujar Sahril, Senin (8/7/2025).

Menurutnya, kebijakan ini tidak sepenuhnya berpihak pada mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Ia menekankan bahwa sebagai penerima KIP-K, beban finansial sebesar itu tetap menjadi tantangan berat, apalagi sebagian besar dari mereka harus bertahan dalam kondisi ekonomi yang terbatas sambil menyelesaikan tugas akhir.

Lebih lanjut, Sahril menyampaikan kekhawatirannya akan potensi mahasiswa yang terpaksa mengambil cuti, bukan karena akademik, melainkan lantaran belum mampu membayar UKT. Ia menilai hal itu sebagai bentuk kemunduran yang kontraproduktif terhadap semangat pendidikan inklusif.

“Ini bisa jadi pukulan telak. Kami sudah sampai di ujung perjuangan. Akan sangat disayangkan jika harus berhenti hanya karena soal biaya,” ungkapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa UNG selama ini dikenal sebagai “kampus kerakyatan” dan “kampus peradaban” yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan keberpihakan terhadap kelompok rentan. Oleh karena itu, mahasiswa berharap nilai-nilai itu tidak hanya menjadi slogan, tapi diwujudkan dalam kebijakan konkret.

“Kami tidak menuntut pembebasan penuh, tapi kami mohon adanya perhatian lebih dan ruang dialog terbuka. Kami percaya, pimpinan kampus punya kebijaksanaan untuk melihat kondisi ini dengan hati nurani,” tutup Sahril.