Wartawan Dipaksa Minta Maaf soal Tambang Ilegal, DPD PJS: Ini Pembungkaman Pers

Gorontalo. Dewan Pimpinan Daerah Pro Jurnalismedia Siber (DPD PJS) Provinsi Gorontalo menyatakan keprihatinan mendalam atas dugaan intimidasi terhadap seorang wartawan Portalsulut.id berinisial NRM (53), yang videonya tersebar luas di media sosial saat menyampaikan permohonan maaf atas pemberitaan dugaan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Tobayagan, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).

Video tersebut diketahui pertama kali disebarkan oleh Gayatri Revan Bangsawan, istri dari Revan Saputra Bangsawan (RSB), yang namanya disebut dalam pemberitaan sebagai pihak yang diduga terlibat dalam kegiatan PETI. DPD PJS Gorontalo menilai penyebaran video ini sebagai bentuk intimidasi yang dapat membahayakan kebebasan pers dan merusak tatanan etika jurnalistik di Indonesia.

“Kami melihat adanya indikasi tekanan terhadap pewarta yang bersangkutan, bahkan mengarah pada dugaan keterlibatan oknum aparat dalam proses pembuatan video permintaan maaf tersebut,” tegas Ketua DPD PJS Gorontalo dalam pernyataan resmi, Sabtu (29/6).

DPD PJS menyoroti fakta bahwa pihak Gayatri Revan Bangsawan tidak menempuh mekanisme Hak Jawab sesuai Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/X/2008, yang mewajibkan klarifikasi atau koreksi dimuat oleh media tempat berita diterbitkan. Hingga kini, media Portalsulut.id tidak memuat pernyataan klarifikasi atau permintaan maaf resmi dari pewartanya.

Sebaliknya, video permintaan maaf yang beredar luas disebut-sebut dibuat di bawah tekanan, dengan dugaan keterlibatan pihak eksternal, termasuk oknum TNI dan Polri. Jika benar, maka hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip independensi pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

DPD PJS Gorontalo menilai penyebaran video permintaan maaf secara sepihak melalui media sosial sebagai bentuk pembungkaman dan pembunuhan karakter terhadap wartawan. Cara ini, menurut PJS, telah menyimpang dari prinsip penyelesaian sengketa pers yang seharusnya melalui Dewan Pers, bukan ranah kepolisian atau tekanan informal.

“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi bisa dikategorikan sebagai upaya pembungkaman informasi dan kriminalisasi profesi jurnalis,” ujar Jhojo.

Organisasi ini juga mengingatkan bahwa penyelesaian sengketa pers harus merujuk pada Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri Nomor: 03/DP/MoU/III/2022, yang menegaskan bahwa kasus seperti ini seharusnya diselesaikan melalui jalur Dewan Pers, bukan penegakan hukum pidana secara langsung.

DPD PJS Desak Investigasi dan Perlindungan Hukum
Sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan profesi wartawan, DPD PJS Gorontalo menyampaikan empat poin sikap:

1. Mendesak Dewan Pers untuk segera turun tangan menyelidiki kasus ini dan memberikan perlindungan hukum terhadap NRM.

2. Meminta klarifikasi dari TNI dan Polri atas dugaan keterlibatan oknum dalam tekanan terhadap pewarta.

3. Mengimbau semua pihak menghormati mekanisme hak jawab dan hak koreksi, bukan menggunakan cara-cara represif atau intimidatif.

4. Mengajak masyarakat dan komunitas pers untuk bersama-sama menjaga kemerdekaan pers dari segala bentuk pelemahan dan tekanan politik.

DPD PJS Gorontalo mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan fondasi penting dalam negara demokrasi. Jurnalis harus dilindungi dari tekanan, kriminalisasi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Organisasi ini berkomitmen untuk terus mengawal kasus tersebut hingga tuntas dan menyerukan solidaritas kepada seluruh insan pers di Indonesia.

“Setiap jurnalis berhak atas rasa aman dan kebebasan dalam menjalankan tugasnya. Tidak boleh ada lagi intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik,” tutup Jhojo