Usulan Penggabungan Polri: Pikiran mundur terhadap Cita-Cita Reformasi

Artikel195 Dilihat

Penulis: Fian Hamzah – Founder Ruang Anak Muda Connection

Pada beberapa kesempatan, terdapat usulan untuk menggabungkan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) ke dalam TNI (Tentara Nasional Indonesia) atau menjadikan Polri berada langsung di bawah Kementerian Dalam Negeri (Mendagri). Usulan ini tidak hanya sekadarmuncul begitu saja, Penggabungan ini sering muncul dalam konteks evaluasi dan perbaikan sistem pertahanan dan keamanan negara yang dinamis. Namun, langkah ini menimbulkan perdebatan yang cukup tajam, terutama mengenai potensi dampaknya terhadap prinsip-prinsip reformasi yang telah berjalan di Indonesia sejak era Orde Baru.

Konteks Sejarah dan Cita-Cita Reformasi

Reformasi Indonesia, yang dimulai pada tahun 1998, bertujuan untuk mengakhiri dominasi militer dalam politik dan pemerintahan serta meningkatkan profesionalisme, akuntabilitas, dan transparansi dalam institusi negara. Salah satu pilar reformasi adalah pemisahan yang jelas antara TNI dan Polri, yang sebelumnya beroperasi di bawah komando ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Tujuan pemisahan ini adalah untuk mencegah militer menyalahgunakan kekuasaan mereka dan memastikan bahwa TNI berkonsentrasi pada pertahanan negara, sementara Polri bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri.  Selain itu, cita-cita reformasi juga mendorong terciptanya negara yang lebih demokratis dan berbasis pada prinsip-prinsip hukum. Pemisahan antara TNI dan Polri adalah bagian dari upaya untuk mengurangi pengaruh militer dalam kehidupan sipil dan menciptakan lembaga penegak hukum yang lebih independen.

Potensi Dampak Penggabungan Polri ke TNI dan Kemendagri

Usulan untuk menggabungkan Polri ke dalam TNI atau ke bawah Kementerian Dalam Negeri dapat dilihat dari berbagai perspektif.

Pertama, mengganggu prinsip pemisahan tugas dan fungsi TNI dan Polri, yang telah dilakukan sebagai bagian dari reformasi pasca-Orde Baru, merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa kedua lembaga tersebut profesional. TNI bertugas menjaga kedaulatan negara dan menghadapi ancaman dari luar, sementara Polri menangani keamanan dalam negeri dan penegakan hukum. Penggabungan kedua organisasi ini dapat menyebabkan tumpang tindih fungsi, yang akan mengurangi fokus dan profesionalisme masing-masing organisasi.

Kedua, Potensi militarisasi aparat sipil

Bahwa Penggabungan Polri ke TNI berpotensi memperburuk masalah militarisasi dalam pemerintahan. Pada era Orde Baru, militer kita tahu sama-sama memiliki dominasi besar dalam struktur politik, ekonomi, dan sosial Indonesia. Namunreformasi telah berhasil memisahkan Polri dari TNI. Bahwaupaya penggabungan ini bisa kembali mengembalikan ketergantungan negara terhadap aparat militer dalam pengelolaan keamanan. Hal ini berisiko mereduksi ruang bagi penguatan sistem sipil yang demokratis.

Ketiga, Tantangan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia

Sebetulnya jika kita cermmati bersama, bahwa reformasi telahmendorong penguatan prinsip-prinsip demokrasi, di mana Polri sebagai institusi sipil lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. TNI, meskipun memiliki disiplin yang tinggi, namun lebih cenderung mengutamakan pendekatan yang lebih keras dan hierarkis. Jika Polri digabungkan dengan TNI, akan ada potensi penurunan kualitas perlindungan hak asasi manusia, karena TNI tidak selalu memiliki tradisi atau pelatihan yang memadai dalam penanganan kasus-kasus sipil dan perlindungan hak-hak dasar warga negara.

Keempat, Peningkatan Birokrasi dan Konflik Kompetensi

Meskipun Polri dapat bekerja sama dengan lebih baik dalam hal kebijakan pemerintah, namun menempatkannya di bawah garis komando Kementerian Dalam Negeri juga dapat menimbulkan kebingungan dalam penentuan kewenangan karena tugas dan fungsi aparat sipil dan aparat penegak hukum dapat tumpang tindih, yang dapat memperburuk efektivitas penegakan hukum karena Polri adalah lembaga yang seharusnya independen dan tidak berada di bawah pengaruh kementrian manapun termaksud kementrian dalamnegeri.

Kelima, Polri akan dapat di Politisasi

Salah satu risiko besar yang perlu dikhawatirkan akan muncul jika Polri digabungkan ke dalam Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah potensi polarisasi dan politisasi lembaga kepolisian. Politisasi merujuk pada pengaruh atau campur tangan politik dalam keputusan dan tindakan yang seharusnya diambil berdasarkan prinsip hukum dan keadilan, bukan berdasarkan kepentingan politik tertentu.

Apakah Penggabungan Ini Mengganggu Cita-CitaReformasi?

Secara keseluruhan, penggabungan Polri dengan TNI atauMenteri Dalam Negeri dapat mengganggu harapan reformasiIndonesia. Salah satu hasil utama reformasi tahun 1998 adalahpemisahan yang jelas antara militer dan polisi. Militer (TNI)fokus melindungi negara dari ancaman eksternal, sedangkanpolisi (poli) bertugas menjaga ketertiban internal danmenegakkan hukum. Catatan sejarah masa lalu, ketika militerterlibat dalam operasi kepolisian, seperti pada masa OrdeBaru, sering terjadi pelanggaran hak asasi manusia danpenyalahgunaan kekuasaan, yang pada akhirnya berdampakpada memburuknya hubungan antara aparatur sipil negara danmasyarakat. Tujuan dari reformasi ini adalah untukmenghindari terulangnya sejarah serupa dengan menjaga agarkepolisian nasional tetap menjadi lembaga yang independendan bebas dari pengaruh militer

Bagaimana Seharusnya?

Untuk menjaga integritas dan independensi Polri serta mendorong sistem hukum yang lebih adil dan transparan,  Polri harus memperkuat otonominya Polri harus tetap menjadi lembaga yang independen dan otonom dalam menjalankan tugas penegakan hukum, Upaya terus-menerus harus dilakukan agar Polri tidak terkontaminasi  politisasi atau pengaruh pihak lain. Penguatan peran Dewan Pengawas Kepolisian (Dewas Polri) dan pengawasan yang transparan akan memastikan bahwa Polri tetap profesional. Selainpenguatan terhadap otonomi Polri, perlu juga melaksanakanReformasi di tubuh Polri, kenapa hal itu perlu dijalankan agar bisa menjaga kredibilitas Polri, reformasi internal harus dilanjutkan, terutama dalam hal pengawasan, pelatihan, dan etika kerja. Penguatan institusi Polri dengan memperbaiki manajemen dan moral aparat kepolisian akan lebih efektif daripada menggabungkan Polri dengan TNI atau Mendagri.

Setelah dua point yang dituliskan diatas, perlu kiranya untukmelaksanakan peningkatan Kerjasama TNI dan Polri. Alih-alih penggabungan, yang lebih penting adalah peningkatan koordinasi dan sinergi antara TNI dan Polri. Kedua lembaga ini harus saling melengkapi, dengan Polri sebagai lembaga sipil yang bertanggung jawab atas keamanan, sementara TNI tetap berfokus pada ancaman eksternal. Kerjasama ini perlu diformalkan dengan sistem koordinasi yang lebih efektif dalam rangka menjaga stabilitas negara.

Bahwa usulan penggabungan Polri ke TNI atau Mendagri merupakan pikiran mundur terhadap cita-cita reformasi sertaberisiko besar terhadap terjadinya kemunduran dalam pencapaian tujuan reformasi, tentu hal ini tidak kita inginkanbersama, terutama berkaitan dengan pemisahan peran antara aparat militer dan sipil. Reformasi Indonesia menuntut sistem yang lebih terbuka, akuntabel, dan demokratis, di mana Polri harus tetap independen dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, alih-alih penggabungan, upaya yang lebih tepat adalah memperkuat integritas Polri melalui reformasi internal dan memperkuat kerjasama antara Polri dan TNI dalam menjaga stabilitas nasional.